Minggu, 20 Juni 2021

Sejarah PGRI



Apa itu PGRI?
    PGRI atau Persatuan Guru Republik Indonesia adalah organisasi di Indonesia yang anggotanya berprofesi sebagai guru. Organisasi ini didirikan dengan semangat perjuangan para guru pribumi pada zaman Belanda, pada tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda.


Kenapa PGRI ada?
PGRI didirikan dengan tujuan sebagai berikut :
  • Mewujudkan cita-cita Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan mempertahankan, mengamankan, serta mengamalkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. 
  • Berperan aktif mencapai tujuan nasional dalam mencerdaskan bangsa dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya. 
  • Berperan serta mengembangkan system dan pelaksanaan pendidikan nasional. 
  • Mempertinggi kesadaran dan sikap guru, meningkatkan mutu dan kemampuan profesi guru dan tenaga kependidikan lainnya. 
  • Menjaga, memelihara, membela, serta meningkatkan harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota serta kesetiakawanan organisasi.

Kapan PGRI didirikan?

    Dengan semangat proklamasi 17 Agustus 1945 akhirnya diselenggarakan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 & 25 November 1945 yang menjadi awal mula sejarah berdirinya PGRI.

Dimana PGRI didirikan?
    Kongres Guru Indonesia diselenggarakan pada tanggal 24-25 November 1945 dan diadakan di surakarta Indonesia.

Siapa saja anggota & pengurus PGRI?

Pengurus Harian PGRI
  • Ketua Umum : Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd
  • Ketua-ketua:
    • Dr. H. Sugito, M.Si 
    • H. Sahiri Hermawan, S.H., MH 
    • Drs. H. Muh. Asmin, M.Pd 
    • Prof. Dr. Ir. H. Nelson Pomalingo, M.Pd. 
    • Prof. Dr. Sudarwan Danim 
    • Dr. Didi Suprijadi, M.M.
  • Sekretaris Jenderal : M. Qudrat Nugraha, Ph.D.
  • Wakil-wakil Sekretaris Jenderal:
    • Dra. Dian Mahsunah, M.Pd. 
    • Dra. Hj. Farida Yusuf, M.Pd. 
    • Dr. Supardi, M.Pd. 
    • Dr. H. Hadi Tugur, M.Pd., MM.
  • Bendahara : Prof. Dr. Dede Rosyada
  • Wakil Bendahara : Dr. Fathiaty Murtadho, M.Pd.

Anggota PGRI
  • Anggota biasa (sesuai sistem kenggotaan PGRI bab 2 pasal 6)
    • Para guru/dosen dan tenaga kependidikan 
    • Para ahli yang menjalankan pekerjaan pendidikan 
    • Mereka yang menjabat pekerjaan di bidang pendidikan 
    • Pensiunan yang dimaksud dalam butir (a), (b), dan (c) pasal ini yang tidak menyatakan dirinya keluar dari keanggotaan PGRI
  • Anggota luar biasa (sesuai sistem kenggotaan PGRI bab 2 pasal 7)
    • Para petugas lain yang erat kaitannya dengan tugas kependidikan 
    • Mereka yang berijazah lembaga pendidikan tetapi tidak bekerja di bidang pendidikan
  • Anggota Kehormatan (sesuai sistem kenggotaan PGRI bab 2 pasal 8)
    • Anggota kehormatan ialah mereka yang atas usul Pengurus Besar, Pengurus Provinsi, Pengurus Kabupaten/Kota diangkat dan ditetapkan oleh Kongres, Konferensi Provinsi dan Konferensi Kabupaten/Kota, karena jasa-jasanya terhadap pendidikan dan organisasi

Bagaimana kedaulatan & wewenang serta tupoksi PGRI?
    Pada tahun 2004, Presiden RI menyatakan guru sebagai sebuah profesi. Pada tahun 2005, terbitlah Undang-Undang No. 14 tentang Guru dan Dosen. Sesuai amanat dalam UU tersebut, PGRI sebagai organisasi profesi guru memiliki kewenangan (Pasal 42) , yaitu:
  • Menetapkan dan menegakkan kode etik guru; 
  • Memberikan bantuan hukum kepada guru; 
  • Memberikan perlindungan profesi guru; 
  • Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, 
  • Memajukan pendidikan nasional.

Peran strategis PGRI
    Selain itu, fungsi PGRI dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang juga sejalan dengan amanat UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 41 ayat 2), yaitu:
  • Memajukan profesi, 
  • Meningkatkan kompetensi, 
  • Meningkatkan Karier, 
  • Meningkatkan Wawasan Kependidikan, 
  • Memberikan Perlindungan Profesi 
  • Meningkatkan Kesejahteraan, dan 
  • Melaksanakan Pengabdian Masyarakat

SEJARAH PERJUANGAN PGRI


Gerakan guru pada masa perjuangan kemerdekaan

  • Peran dalam profesi
    Tugas guru adalah mempersiapkan manusia yang berasusila dan cakap, sehingga dapat membangun diri dan bangsanya. Guru dalam peran ini merupakan profesi yang membutuhkan keahlian khusus yaitu mengajar, mendidik, dan melatih.
    Mengajar bermakna meneruskan dan mengembangkan iptek, mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai kehidupan, sedangkan melatih dengan mengembangkan keterampilan dan penerapannya dalam kehidupan para siswa.

  • Peran dalam kemanusiaan
    Di bidang kemanusiaan, selain sebagai sumber inspirasi bagi anak didiknya guru berperan sebagai orang tua kedua di sekolah. Oleh karenanya, seorang guru harus mampu menarik simpati dan memahami jiwa dan watak siswanya.  Dalam hal ini, seorang guru harus berpenampilan menarik sehingga siswa menghargai dan pada akhirnya dapat menanamkan benih pengajaran kepada para siswa.

  • Peran dalam kemasyarakatan
    Guru bertugas mendidik dan mengajar masyarakat, agar menjadi warga negara Indonesia yang memiliki moral berdasar pancasila. Dengan demikian, para siswa bisa menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat serta lingkungan. Guru juga diharapkan bisa menjadi penghubung antara sekolah dan masyarakat.

Lahirnya PGRI
    Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan nama ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda.
    Kemudian, pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Namun, semangat proklamasi 17 Agustus 1945 mendorong penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24-25 November 1945 di Surakarta.
    Di dalam kongres ini, mereka sepakat menghapus segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama dan suku.
    Lalu, pada 25 November 1945, kongres juga sepakat untuk mendirikan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. Sejak Kongres Guru Indonesia itu, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
    Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional untuk menghormati perjuangan para guru.

PGRI pada masa perang kemerdekaan
  • Lahirnya PGRI Tanggal 25 November 1945
    Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) lahir pada saat berlangsungnya Kongres Pendidik Bangsa (Kongres I) pada tanggal 24-25 November 1945.Kongres I berlangsung tepat 100 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan.Kongres ini diselenggarakan di Sekolah Guru Putri (SGP) di Surakarta, Jawa Tengah, yang digerakkan dan dipimpin oleh para tokoh guru, Amin Singgih, RH.Koesnan dan kawan-kawan.
    Dari kongres itu lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai wadah perjuangan kaum guru turut serta menegakkan dan mempertahankan serta mengisi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka.
  • Kongres II PGRI di Surakarta 21-23 November 1946
Kongres II ini menghasilkan 3 tuntutan yang diajukan kepada pemerintah, yaitu:
    • Sistem pendidikan agar dilakukan atas dasar kepentingan nasional 
    • Gaji guru supaya jangan dihentikan 
    • Diadakannya Undang-undang Pokok Pendidikan dan Undang-undang Pokok Perburuhan.
  • Kongres III PGRI di Madiun 27-29 Februari 1948
    Kongres PGRI III diselenggarakan di tengah berkecamuknya perang kemerdekaan. Kongres yang berlangsung dalam suasana darurat menghasilkan keputusan: 
    • Menghapus Sekolah Guru C (SGC), yaitu pendidikan guru 2 tahun setelah Sekolah Rakyat 
    • Membentuk komisariat-komisariat daerah pada setiap keresidenan 
    • Menerbitkan majalah “Sasana Guru” (Suara Guru)

PGRI pada masa liberal
  • Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950
Kongres PGRI IV menghasilkan keputusan sebagai berikut :
    • Mempersatukan guru-guru di seluruh tanah air dalam satu organisasi kesatuan, yaitu PGRI
    •  Menyingkirkan segala rasa curiga dan semangat kedaerahan yang mengjangkiti para guru akibat pengaruh politik yang memecah belah wilayah RI 
    • Mengeluarkan “Maklumat Persatuan” yang berisi seruan kepada seluruh masyarakat, khususnya guru untuk membantu menghilangkan suasana yang membahayakan antara golongan yang pro-Republik dan golongan yang kontra-Republik, serta menggalang persatuan dan kesatuan
  • Kongres V PGRI di Bandung 19 – 24 Desember 1950
    Kongres V diadakan 10 bulan setelah kongres IV di Yogyakarta, selain untuk menyongsong Lustrum I PGRI, juga untuk merayakan peleburan SGI/PGI ke dalam PGRI dan dapat dikatakan sebagai “Kongres Persatuan”. Kongres PGRI V ini menghasilkan keputusan, sebagai berikut:
    • Menegaskan kembali Pancasila sebagai asas organisasi 
    • Menugaskan kepada Pengurus Besar (PB) PGRI agar dalam waktu singkat melakukan segala usaha untuk menghilangkan perbedaan gaji antara golongan yang pro dan kontra republik
    •  Melakukan konsolidasi organisasi dengan membentuk pengusu komisariat-komisariat daerah. 
    • PGRI menjadi anggota Gabungan Serikat Buruh Indonesia (SBSI)
  • Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952
    Dalam kongres ini PGRI telah mencapai banyak kemajuan yang pesat, hal ini mengakibatkan pengakuan dan penghargaan masyarakat terhadap organisasi PGRI, tetapi dipihak lain telah menarik perhatian dan keinginan sementara partai politik untuk menguasai PGRI guna kepentingan politiknya. Pada saat itu, surat kabar tertentu mulai mencoba mempengaruhi suasana kongres dengan jalan menjagokan calon-calonnya melalui berbagai cara, kadang-kadang dengan cara intrik dan fitnah. Tidak heran bila dalam susunan kepengurusan PB PGRI yang baru ini hampir 50% duduk orang atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).
 
  • Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954 Kongres PGRI VII menghasilkan keputusan sebagai berikut: 
    • Di bidang hokum : Pernyataan mengenai Irian Barat , Pernyataan mengenai korupsi, Resolusi mengenai desentralisasi sekolah , Resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh Kementrian PP&K, dan Resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja Kementrian PP&K 
    • Di bidang Pendidikan: Resolusi mengenai anggaran belanja PP&K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, Resolusi mengenai UU Sekolah Rakyat dan UU Kewajiban Belajar, Resolusi mengenai film, lektur, gambar serta radio, dan Pembentukan Dewan Bahasa Indonesia. 
    • Di bidang perburuhan: Resolusi tentang UU Pokok Kepegawaian , Pelaksanaan Peraturan Gaji Pegawai Baru, Tunjangan khusus bagi pegawai yang bertugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, Guru SR dinyatakan sebagai pegawai negeri tetap, Penyelesaian kepegawaian 
    • Di bidang organisasi : Pernyataan PGRI keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi Non Vaksentral.
  • Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954 Kongres PGRI VII menghasilkan keputusan sebagai berikut:
    Suasana kongres ini mulanya sangat meriah, namun sewaktu diadakan pemilihan Ketua Umum PB PGRI keadaan menjadi tegang.Pihak Soebandri menambahkan kartu pemilihan (kartu palsu) sehingga pemilihan tersebut di batalkan dan diulang kembali menggunakan kartu yang baru.Kongres PGRI VIII ini juga menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Pendidikan.
  • Kongres IX PGRI 31 Oktober – 4 November di Surabaya 1959.
    Pada kongres IX di Surabaya bulan oktober /November 1959, soebandri dkk melancarkan politik adudomba diantara para kongres, terutama pada waktu pemilihan Ketua Umum.Usaha tersebut tidak berhasil, ME.Sugiadinata terpilih lagi sebagai Ketua Umum BP PGRI.

PGRI pada masa orde lama / demokrasi terpimpin 
  • Lahirnya PGRI Tanggal 25 November 1945
Kongres PGRI X di Jakarta (Glora Bung-Karno) Oktober 1962
    Periode tahun 1962-1965 kongres ke X di selenggarakan dan merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI.Dalam masa ini lahirlah PGRI Non-Vaksentral yang merupakan perpecahan dalam tubuh PGRI. Perpecahan pada masa ini merupakan perpecahan yang lebih hebat dibandingkan dengan pada periode sebelumnya.Penyebab perpecahan itu bukan demi kepentingan guru atau profesi guru, melainkan karena ambisi politik dari luar dengan dalih (pembentukan kekuatan dan panggunaan kekuatan).
  • Pemecatan Massal Pejabat Departemen PP&K (1964)
    Dikarenakan Keputusan Presiden No. 187/1964 dan No. 188/1964 tanggal 4 Agustus 1964 yang diambil atas usul Menteri PP&K tanggal 29 Juli 1964 No. 17985/S tentang Reorganisasi Departemen PP&K yang mengubah jumlah Pembantu Menteri PP&K dari 3 menjadi 2 orang. Hal ini membuat gelisah sejumlah pejabat di lingkungan Departemen PP&K, karena dirasakan tidak ada jaminan hukum (rechtzekerheid) bagi pegawai dan karier mereka. Maka sebanyak 28 pegawai tinggi Departemen PP&K (seorang kemudian menarik diri) mengirim surat kepada Menteri Prijono dengan maksud untuk menjernihkan kembali suasana Departemen PP&K. Surat ini ditanggapi dengan memberhentikan ke-27 pejabat tersebut dengan alasan “ätas dasar permintaan sendiri”.
    Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral Pendidikan Pancawardhana, akhirnya Presiden membantuk sendiri panitia dengan nama “Panitia Negara Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana”. Panitia ini diberi tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang “Pemecatan Massal”, ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.
  • Kedudukan PGRI Pasca-Peristiwa G30 S/PKI
    Mengenai kedudukan PGRI sendiri, sejak kongres VII di Semarang tahun 1954 ditegaskan, bahwa PGRI adalah organisasi Non-Vaksentral yang kemudian dipakai kembali oleh PKI dengan arti yang dimanipulasi ketika mendirikan PGRI Non-Vaksenstral tahun 1964 yang berbeda-beda dengan PGRI-Kongres. PGRI mencoba turut dalam memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri dalam bentuk Rapat Kerja Sama (RKS), kemudian PGRI keluar setelah lembaga tersebut dimasuki dan dikuasai PKI.Selanjutnya PGRI memprakarsai berdirinya Persatuan Serikat Pekerja Pegawai Negeri (PSPN) yang ketua umumnya M.E. Subiandinata.Pada tahun 1967 PGRI juga memprakarsai berdirinya MPBI (Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia) dan FBSI (Federal Buruh Seluruh Indonesia).
  • Usaha PGRI Melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI
    PGRI Non-Vaksentral dibentuk dimana-mana, kadang-kadang di tempat-tempat tertentu hanya di atas kertas sementara anggota-anggotanya pun kadang-kadang bukan guru, melainkan Pegawai Jawatan Kereta Api, buruh perkebunan dan lain-lain.
    Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai perpecahan di kalangan guru, Presiden Soekarno turun tangan membentuk Majelis Pendidikan Nasional yang menerbitkan Penpres (Penetapan Presiden) No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila sebagai hasil kerja dari Panitia Negara untuk Penyempurnaan Sistem Pendidikan Pancawardhana. Dengan turun tangannya pemerintah, memang ketengangan sedikit berkurang, akan tetapi bagi PGRI Penpres tersebut tidak berhasil mempersatukan kembali organisasi ini, karena perpecahan yang terjadi dalam organisasi ini berakar pada landasan ideologi yang sangat prinsipil, sungguh perpecahan tersebut adalah peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.

PGRI sejak lahirnya orba 
  • Kesatuan aksi guru Indonesia (KAGI).
    Para guru-guru membentuk Kesatuan Aksi Guru Indonesia(KAGI) pada tanggal 2 februari 1966.KAGI pada mulanya terbentuk dijakarta raya dan jawa barat, kemudian berturut-turut terbentuk KAGI di wilayah lainnya.
    Tugas Utama KAGI adalah membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsur-unsur PKI dan orde lama.Menyatukan semua guru dalam organisasi guru yaitu PGRI.Memperjuangkan agar PGRI menjadi organisasi guru yang tidak hanya bersifat unotalistik tetapi juga independen dan non partai politik.
  • Kongres XI 5-20 Maret 1967 di Bandung
    Dalam Kongres ini terasa sekali peralihan zaman Orde Lama ke zaman Orde Baru. Antara lain masih terlihat sisa-sisa kekuatan Orde Lama yang mencoba menguasai kembali kongres dengan cara menolak PGRI untuk masuk kedalam Sekber Golkar dan memojokan M.E. Subandinata dkk. Agar tiak terpilih dalam PB.PGRI.
  • Konsolidasi organisasi pada awal orde baru
    Konsolodasi organisasi PGRI dilakukan kedaerah-daerah dan cabang-cabang, dengan prioritas ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.Pembenahan pada kedua daerah tersebut tidak saja akibat kuatnya pengaruh PGRI Non-vaksentral/PKI sebelumnya, tetapi juga menyangkut masalah dualisme didalam kepemimpinan nasional. Ini bermula dari zaman Orde Lama ketika politik menjadi panglima, sehingga banyak guru dan pengurus PGRI memilih dan berlindung dibawah partai-partai politik yang berkuasa pada waktu itu.
  • Kongres ke XII 29 Juni-4 Juli 1970 di Bandung
Adapun keputusan penting dalam kongres ini adalah sebagai berikut:
    • Perubahan struktur dan basis-basis organisasi PGRI
    • Administrasi organisasi disederhanakan dan diseragamkan untuk seluruh Indonesia 
    • Lambang PGRI dan Mars PGRI dilampirkan dalam buku AD/ART PGRI
  • Kongres ke XII 29 Juni-4 Juli 1970 di Bandung
    Pada kongres ini menetapkan perubahan-perubahan yang mendasar dalam bidang organisasi serikat pekerja menjadi organisasi profesi guru ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia, perubahan lambang dan panji organisasi PGRI yang sesuai dengan organisasi profesi guru dan adanya Dewan Pembina PGRI mengenai arti lambang PGRI
  • Kongres ke XIV 26-30 Juni 1979 di Jakarta
    Kongres XIV di Jakarta menghasilkan salah satu keputusan penting yaitu mengenai pendirian Wisma Guru. Untuk mewujudkannya mulai Januari 1980 setiap anggota PGRI dihimbau untuk menyumbang Rp. 1000,-. Direncanakan Wisma Guru ini akan sekaligus menjadi Kantor PB PGRI yang dilengkapi dengan ruang pertemuan perpustakaan kamar pemondokan / penginapan dan sebagainya
  • Kongres ke XV 16-21 Juli 1984 di Jakarta
    Kongres berlangsung di Jakarta tanggal 16-21 Juli 1984, Kongres ini menggariskan pokok-pokok PGRI untuk kurun waktu lima tahun mendatang (1984-1989) yang meliputi: ruang lingup pembinaan dan pengembangan organisasi PGRI, tanggunb jawab dan peran PGRI dalam menyukseskan Sidang Umum  MPR 1983, Repelita IV dan Pancakrida Kabinet Pembangunan V
  • Kongres ke XVI 3-8 Juli 1989 di Jakarta
    Susunan PB-PGRI Masa Bakti XVI (1989-1994) sebagai berikut : Ketua Umum : Basyuni Suramiharja, Ketua : Drs.I. Gusti Agung Gde Oka., Ketua : Dr.Anwar Jasin,M.Ed., Ketua : Dra. Mien.s. Warnaen., Ketua : H.R. Taman Sastra Dikarna, Ketua : Taruna .SH., Ketua : Drs. Soetrisno, Sekretaris Jenderal : Drs. WDF Rindorindo, Wakil Sekretaris Jenderal : Drs.H. Sigit Poernomo, Wakil Sekretaris Jenderal : Drs.H. Samad Thaha, Bendahara : Drs. HKA Mooyoto, Wakil Bendahara : Drs. Udjat S. Suwarno., Wakil Bendahara : Ny. Martha Mijardi
  • Kongres ke XVII 3-8 Juli 1994 di Jakarta
    Pertama kali Kongres PGRI XVII menetapkan Dewan Pembina menjadi Dewan Penasehat dan tidak ada lagi mentri yang menjadi anggota Dewan Penasehat
  • Kongres XVIII 25-28 November 1998 di Bandung
    Kongres PGRI XVIII diselenggarakan pada tanggal 25-28 November 1998 di Bandung.Pada Kongres ini kelihatan kuatnya pengaruh reformasi dalam pemilihan susunan pengurus PB-PGRI.Kalau pada masa lampau ketua umum selalu dipilih secara aklamasi kini mulai ada perarturan antara kedua calon ketua umum, sekretaris bidang diganti menjadi ketua departemen

PGRI pada masa reformasi - sekarang 
  • Kongres XIX 8-12 juli 2003 di Semarang.
    PGRI mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan dana pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), di luar gaji tenaga pendidikan dan pendidikan kedinasan, paling lambat tahun 2005.
    PGRI juga mendesak pemerintah untuk menindaklanjuti Undang-Undang (UU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dengan memberikan jaminan konstitusional bagi terselenggaranya pendidikan nasional dalam bentuk antara lain peningkatan akses bagi masyarakat untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan biaya yang relatif murah.
    PGRI meminta pemerintah pusat dan daerah, serta aparat keamanan untuk memberikan jaminan keamanan kepada guru dalam menjalankan tugasnya, terutama yang bertugas di daerah konflik dan di daerah terpencil.
  • Visi PGRI
    Terwujudnya organisasi mandiri dan dinamis yang dicintai anggotanya, disegani mitra, dan diakui perannya oleh masyarakat. PGRI didirikan untuk mempertahankan kemerdekaan, mengisi kemerdekaan dengan program utamadi bidang pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memperjuangkan kesejahteraan bagi para guru.
  • Misi PGRI 
    • Mewujudkan Cita-cita Proklamasi PGRI bersama 
    • Mensukseskan Pembangunan Nasional PGRI
    •  Memajukan Pendidikan Nasional PGRI 
    • Meningkatkan Profesionalitas Guru PGRI 
    • Meningkatkan Kesejahteraan Guru Agar guru dapat profesional

JATI DIRI PGRI

Pengertian jati diri
    Menurut kamus besar bahasa Indonesia, jati diri adalah ciri-ciri, gambaran atau suatu benda, identitas. inti, jiwa dan daya gerak dari dalam, spiritualisasi. Jati diri PGRI adalah identitas organisasi guru yang diwujudkan oleh PGRI sebagai pribadi, sebagai warga Negara dan sebagai tenaga profesi.Menurut PB PGRI (2000), jati diri PGRI merupakan urat nadi perkembangan dan keberadaan PGRI dalam keseluruhan perjalanan bangsa untuk mewujudkan hak-hak asasi guru sebagai pribadi, warga Negara dan pengembang profesi.
 
Dasar jati diri PGRI
    Jati diri PGRI memiliki dasar yang dalam dan kokoh. Dengan dasar yang kokoh itu jati diri PGRI menjadi landasan filosofi yang kuat bagi PGRI dalam mengemban misi sebagai organisasi perjuangan organisasi profesi, organisasi ketenagakerjaan. Dasar – dasar Jati diri PGRI, meliputi
  • Dasar Historis
    PGRI berdasar hakekat kelahirannya merupakan  bagian dari perjuangan semesta rakyat indonesia melalui profesi keguruan menyebarkan semangat perjuangan dalam merebut, menegakkan, menyelamatkan dan mempertahankan kemerdekaan negara kesatuan republik indonesia 17 agustus 1945 yang berdasarkan pancasila dan uud 1945
  • Dasar idiologis–politis
    Secara idiologis-politik, pgri berkwajiban untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan melalui pembangunan nasional dibidang pendidikan serta terikat dengan pelaksanaan pancasila dan undang-undang dasar 1945 secara murni dan konsekwensi.
  • Dasar sosiologi dan iptek
Dalam pengabdiannya, pgri selalu bersifat responsif, adaptif, inovatif dan selektif terhadap keadaan masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
 
Ciri-ciri jati diri PGRI 
  • Nasionalisme
    Nasionalisme adalah kesadaran suatu warga Negara yang secara profesional atau aktual bersama–sama mencapai, mempertahankan dan mengabdikan identitas, intergritas kemakmuran dan kekuatan bangsa secara mandiri. Dalam hal ini PGRI mengutamakan persatuan dan kesatuan sebagai modal dasar dengan memupuk sikap dan sifat patriotisme sebagai jiwa dan semangat PGRI dalam melaksanakan misinya. Indonesia yang merupakan  Negara kepulauan dengan berbagai macam suku bangsa, bahasa daerah, budaya dan dapat istiadat perlu mewujudkan persatuan dan kesatuan. Sikap ini harus diawali dari kehidupan sehari –hari di rumah, dalam pergaulan, di sekolah. Hal itu akan terwujud jika diantara kita saling mengenal, memahami, saling menghormati dan saling menghargai.
  • Demokrasi
    Demokrasi  didasarkan bahwa semua manusia pada prinsip kedaulatan rakyat yang mengandung pengertian bahwa semua manusia pada dasarnya memiliki kebebasan dan hak serta kewajiban yang sama. Kesamaan hak dan mengeluarkan pendapat telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti gotong-royong, dalam organisasi masyarakat dan dalam organisasi sekolahan.
    Setiap anggota PGRI mempunyai hak bicara (menyampaikan pendapat, ide, gagasan, kritik atau masukan), hak suara (menyuarakan sesuatu dalam proses pengambilan keputusan), hak memilih (menentukan atau menetapkan suatu pilihan agar menjadi pengurus atau anggota), hak dipilih (mendapatkan kepercayaan, kewenangan untuk menjadi pengurus atau anggota), hak membela diri, hak untuk memperjuangkan peningkatan harkat dan martabatnya (setiap anggota diperlukan dan diperlakukan sesuai dengan PGRI sehingga jati diri mereka diayomi dan tidak boleh diperlakukan sebagai diskriminasi dan tidak sesuai dengan hukum), dan hak untuk memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum (dapat menyanggah, menolak atau sebagainya untuk membela diri dan juga berhak untuk mendapat perlindungan hukum), serta tata cara penggunaan dan pelaksanaan hak anggota diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
  • Kemitraan
    Kata “mitra” mempunyai arti teman, sahabat atau kawan kerja. Menjalin kemitraan berarti menjalin persahabatan. Seseorang yang menjalin persahabatan dengan orang lain diharapkan memperoleh kebahagiaan dan keuntungan bagi kedua belah pihak. PGRI sebagai organisasi pejuang pendidik dan pendidik pejuang selalu berusaha menjalin dan mengembangkan kemitraan dalam bentuk kerjasama nasional maupun internasional. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk membela hak dan nasib pekerja pada umumnya dan guru pada khususnya.
  • Unitarisme
    Pengertian “ unitarisme” mengandung arti suatu ajaran atau paham yang menginginkan suatu bentuk kesatuan (misalnya Negara kesatuan). Sedang pengertian ciri unitarisme dalam organisasi PGRI ialah semua guru dapat menjadi anggota dengan tidak membedakan latar belakang, tingkat dan jenis kelamin, status, asal-usul serta adat istiadat. Sikap dan perilaku yang unitaristik ditandai dengan sikap yang toleran, sabar dan penuh pengertian. Sangat tidak terpuji sebagai siswa lembaga PGRI, apabila disekolah ada berbagai kelompok yang  menonjolkan adanya perbedaan yang didasarkan pada agama, ras, suku dan social ekonomi.
  • Profesionalisme
    Kata “Profesionalisme” diturunkan dari kata “professional” yang berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilandasi pendidikan seseorang dikatakan professional apabila ia telah mendapatkan pendidikan dan kepandaian khusus untuk menjalankan pekerjaannya. Ciri profesioanlisme artinya PGRI mengutamakan karya dan kemampuan profesionalisme. PGRI mewajibkan siswa belajar sungguh – sungguh sesuai dengan bakat minat dan cita – citanya, agar memperoleh suatu keahlian atau dalam mengerjakan sesuatu.
  • Kekeluargaan
    Hubungan sosial dalam bentuk kekeluargaan sangat dikenal di Indonesia. Sikap kekeluargaan ditunjukkan dalam sikap dan perilaku keseharian. Sikap gotong – royong, ramah, tenggang rasa, saling membantu dan rasa senasib dan sepenanggungan dapat dilihat dalam kehidupan didesa. Dalam kekeluargaan akan tumbuh sikap saling asah, asuh, asih dan ajrih. Saling asah berarti saling membantu dalam memperoleh pengetahuan, saling asih berkaitan dengan kasih sayang sesama warga PGRI. Saling Asuh mempunyai makna saling mengingatkan apabila ada kesalahan. Ajrih berarti sikap segan atau hormat, sikap takut melanggar tata tertib atau peraturan, baik yang diatur oleh manusia maupun yang diatur dalam agama.
  • Kemandirian
    Organisasi PGRI memiliki ciri kemandirian, artinya bahwa dalam melaksanakan sesuatu tidak sepenuhnya  bergantung pada pihak lain, PGRI bertumpu pada kepercayaan, kemampuan diri sendiri, tanpa ketertarikan dan ketergantungan pada pihak lain. Dalam era globalisasi dengan pesatnya kemajuan teknologi dan informasi sangat memerlukan  kemandirian dan kerja sama antar bangsa. Seseorang memiliki kemandirian apabila mempunyai kemampuan, percaya diri serta keberanin untuk berbuat dan bertindak untuk mencapai kemajuan. Kemandirian yang harus dimiliki siswa lembaga pendidikan PGRI, adalah berrbekal pengadaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan berinteraksi dengan orang lain.
  • Non Partai
    Ciri non partai artinya bahwa PGRI tidak mempunyai hubungan organisasi dengan sosial politik namapun sebagai organisasi. PGRI tidak menganut suatu paham politik tertentu, tidak menjadi bagian dari partai dari politik apapun dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan politik praktik seperti yang dilakukan oleh partai politik. Hakekat dan ciri non partai politik adalah kemandirian yang berarti memiliki kemampuan diri. Di sekolah ciri non partai ini harus dapat ditunjukkan dalam wawasan wiyata mandala.
    Arti kata “ wawasan” berarti pandangan, “ wiyata” berarti pengajaran. Jadi wawasan wiyata mandala adalah suatu pandangan bahwa sekolah adalah lingkungan belajar mengajar, yang terlepas dari pengaruh apapun yang dapat mengganggu proses belajar mengajar tersebut. Kewajiban PGRI harus dapat menciptakan wawasan wiyata mandala di sekolah. Untuk menciptakannya, harus menjaga pengaruh=pengaruh dari luar yang dapat mengganggu proses belajar mengajar. Misalnya pengaruh untuk ikut serta berpolitik praktis.
  • Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 1945
    Jiwa, Semangat dan Nilai-nilai 1945 itu adalah upaya PGRI dalam menegakkan dan melestarikan semangat perjuangan kemerdekaan 1945 sebagai jiwa kejuangan bangsa kepada generasi penerus. Semangat para pejuang dan pendiri bangsa selalu disertai dengan semangat rela berkorban, pantang mundur, dan pengabdian kepada bangsa Indonesia tanpa pamrih. Rela berkorban bukan berarti mengorbankan diri dengan sia -sia, tetapi berkorban dalam membela keadilan dan kebenaran.
    Rela berkorban harus disertai keikhlasan dan kejujuran. Sikap pantang mundur memberi makna tidak mudah putus asa. Warga PGRI harus terus belajar. Kegagalan merupakan awal keberhasilan. Belajar dan bekerja merupakan motto lembaga pendidikan PGRI. Sifat pengabdian kepada bangsa pernyataan sikap seluruh rakyat sebagai bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Membela bangsa Indonesia perlu ditumbuhkembangkan.







Latest
First

0 comments: